Pahami Fanatisme Dari Pojok Pandang Psikologi

Sejauh ini sering kita mendapati kata fanatik atau fanatisme pada informasi berkenaan kejadian yang terjadi dalam masyarakat. Wujud fanatisme yang terjadi di tengah-tengah warga Indonesia sangat bermacam. Beberapa bulan kemarin, ada informasi yang mengusung memperlihatkan jika satu kelompok fans sebuah film sinetron yang menginginkan figur pujaan mereka pisah dengan pasangannya di dunia riil.

Pahami Fanatisme Dari Pojok Pandang Psikologi

Tidak itu saja, ada juga satu kelompok orang yang menyalahi prosedur kesehatan atau ketentuan perundang-undangan untuk memperlihatkan kesetiaan mereka pada pujaannya, yang mana bisa dipandang sebagai sikap yang terlalu berlebih.

Ke-2 contoh peristiwa ini memvisualisasikan peristiwa fanatisme yang betul-betul terjadi ditengah-tengah warga kita. Pada intinya menyukai public figur tidak ada kelirunya dan sebagai hal yang paling lumrah. Ini karena penggemar atau fans dan pujaan bisa memberi support yang dibutuhkan oleh kedua pihak.

Akan tetapi, sikap untuk memperlihatkan kesetiaan dan support secara terlalu berlebih atau fanatik ini tidak bisa disebutkan tepat. Artikel ini akan usaha menerangkan banyak hal yang terkait dengan fanatisme supaya kita dapat pahami dan menanggapi lebih pas fenomena-fenomena semacam itu.

Table of Contents

– Apakah itu Fanatisme?
– Wujud Fanatisme
– 1. Fanatisme pada barisan olahraga
– 2. Fanatisme pada aktris atau public figur
– 3. Fanatisme pada agama atau kepercayaan
– 4. Fanatisme dalam pola hidup dan sikap customer

– Factor Fanatisme
– Fanatisme dan Neuropsikologi

Apakah itu Fanatisme?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, fanatisme sebagai kepercayaan atau keyakinan kuat dalam diri seorang pada tuntunan tertentu baik tuntunan agama, politik dan ada banyak kembali (Makna kata fanatisme – Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, t.t.).

Berdasar contoh-contoh kejadian atau peristiwa yang sudah diuraikan di atas, sikap fanatisme ini gampang untuk dijumpai di tengah-tengah warga kita.

Dan secara psikis, fanatisme diartikan sebagai sebuah semangat atau kesetiaan berlebihan yang tidak logis pada kepercayaan tertentu (Fanaticism – APA Dictionary of Psychology, t.t.).

Berdasar pengertian yang ada, bisa dimengerti jika sikap yang diartikan sebagai fanatisme sebagai sikap yang terjadi terlalu berlebih dan condong tidak logis pada barisan atau public figure tertentu. Sikap itu kelihatan terang berlainan dengan sikap menyukai yang selayaknya.

Wujud Fanatisme

Dengan keterangan ringkas berkenaan arti fanatisme itu, kemungkinan memacu timbulnya pertanyaan berkenaan wujud dari fanatisme. Wujud fanatisme sendiri ada beberapa jenisnya baik fanatisme yang terjadi pada kelompok remaja atau mereka yang sudah dewasa.

Minimal ada dua wujud fanatisme yang kerap ditemui, seperti wujud fanatisme pada regu olahraga, aktris, atau public figur sampai pada agama.

1. Fanatisme pada barisan olahraga

Fanatisme pada barisan atau regu olahraga tertentu kelihatannya kerap dikabarkan oleh mass media di Indonesia. semestinya fans secara umum, fans regu olahraga mempunyai langkah mereka sendiri untuk memperlihatkan rasa sukai dan kesetiaan mereka ke barisan yang disokong.

Dalam teori psikologi olahraga, Melanie James dalam Virtue (2015) menerangkan jika ada bermacam langkah simpatisan atau fans memperlihatkan suportnya, seperti melihat langsung di atas lapangan dengan kenakan pakaian dan aksesori kelompoknya, menyanyikan yel-yel, membuat tato nama pemain pujaan dan lain-lain. Contoh itu tidak terhitung ke sikap fanatisme dan termasuk lumrah karena tidak mengusik privacy olahragawan yang disukai.

Beda hal dengan beberapa kejadian yang terjadi di Indonesia beberapa lalu yang mana pelaku fans barisan olahraga tertentu lakukan kekerasan pada simpatisan musuh, menghancurkan sarana umum dan dan lakukan beberapa sikap yang menyalahi ketentuan dengan embel-embel bela barisan atau olahragawan yang disokongnya. Jika sikap telah sudah semacam ini, sikap yang pelaku fans ini dapat digolongkan sebagai sikap fanatisme.

2. Fanatisme pada aktris atau public figur

Bukan hanya fanatisme berbentuk support pada barisan olahraga, fanatisme yang belakangan ini kelihatan pada angkatan muda Indonesia ialah fanatisme pada selebritas atau public figur.

Pada suatu artikel jurnal yang dicatat oleh Brooks (2021), peristiwa fanatisme pada selebritas ini disebutkan dengan istilah celebrity worship. Pelaku fans fanatik ini mempunyai kepercayaan, rasa mempunyai dan kesetiaan yang paling kuat dan tidak logis pada aktris yang mereka idolakan.

Menurut Celebrity Attitude Scale (McCutcheon dalam Brooks, 2021) ada jenjang fanatisme pada selebriti yang terdiri jadi tiga. Jenjang paling rendah berbentuk entertainment-social yang mana menyukai selebriti murni sebagai selingan dan sumber untuk merajut jalinan sosial sama orang lain.

Misalkan seperti sekadar hoby untuk hilangkan capek dan jadi bahan percakapan dengan rekan-rekan. Jenjang menengah ada intense-personal yakni jenjang di mana fans mempunyai minat yang semakin kuat dan memulai berasa mereka ada untuk selebriti yang disukai (Redmond dalam Brooks, 2021).

Dan jenjang terekstrim ialah borderline-pathological yakni keadaan fans yang over-identification, mempunyai delusi dan fantasi, dan ingin lakukan apa saja untuk pujaannya. Sebagai contoh beberapa fans yang mengikuti, menerobos masuk ke tempat tinggal selebriti, dan ada banyak kembali.

3. Fanatisme pada agama atau kepercayaan

Sedikit berlainan dengan fanatisme pada barisan olahraga atau selebriti, fanatisme pada kerangka agama atau religiusous fanaticism mempunyai karakter yang sedikit berbeda. William H. Leach (1919) menerangkan jika religiusous fanaticism berbentuk wujud spirit keagamaan yang terlampau mengatur hidup orang yang berkaitan sampai membutakan pribadi itu akan kebenaran, pemicu, keterangan rasional, pertimbangan seseorang bahkan juga penemuan ilmiah.

Di satu segi, pribadi yang fanatik pada agama atau kepercayaan tertentu umumnya sudah lewat proses doktrin untuk penuhi keperluan atau kemauan barisan atau organisasi tertentu (Dinulescu dan Troncotă, 2018). Keadaan ini berperanan dalam tumbuhnya merasa tidak sukai dengan pribadi atau barisan yang lain mempunyai saluran, kepercayaan atau agama berlainan pada mereka yang alami religiusous fanaticism.

4. Fanatisme dalam pola hidup dan sikap customer

Sikap fanatik ini berbentuk sikap pribadi untuk penuhi pola hidup tertentu yang paling berlainan di antara pribadi yang satu sama lainnya. Sikap yang ada pada fanatisme ini berbentuk sikap konsumsi atau beli barang secara stimulanif dan hedon untuk penuhi style hidupnya (Erciş dkk., 2016).

Fanatisme mereka pada pola hidup tertentu arahkan langkah atau sikap konsumsi mereka begitupun kebalikannya, sikap konsumsi yang sudah dilakukan oleh yang berkaitan memberi dampak pada style hidupnya (Erciş dkk., 2016).

Factor Fanatisme

Fanatisme dalam diri pribadi dapat mengalami perkembangan karena banyak hal baik dari dampak intern atau dalam diri kita atau dari dampak external seperti lingkungan, doktrin, tuntutan sosial, atribusi sosial sampai pola hidup. Selainnya factor lingkungan, ada juga factor dari pada diri yang memengaruhi seperti kepercayaan dan pengetahuan yang tidak pas, motivasi dan intensi dan ada banyak yang lain.

Meski begitu, artikel ini cuman akan mengulas dua hal yang bisa memengaruhi fanatisme yaitu type personalitas dan gender. Meski begitu, ada banyak faktor intern yang memengaruhi fanatisme pribadi yang tidak bisa diringkas pada artikel ini.

Ketidaksamaan type atau kecondongan personalitas dalam diri pribadi memberi dampak tertentu pada fanatisme yang dirasakan seorang. Tiap kecondongan personalitas mempunyai dampak yang berbeda pada tingkat fanatisme seorang.

Hasil riset Maltby dkk (dalam Brooks, 2021) memakai five faktor mode of personality, dijumpai ada jalinan positif yang berarti secara berturut ikut di antara type personalitas extraversion, neuroticism dan Psychoticism dengan entertainment-social, intense-personal dan borderline-pathological.

Riset yang sudah dilakukan oleh Swami dkk (dalam Brooks, 2021) memperlihatkan jika ada korelasi negatif yang berarti di antara type personalitas openness dengan semua tingkat fanatisme pada selebriti dan di antara intense-personal dengan personalitas openness, emotional stability, dan conscientiousness. Hasil ini memiliki makna jika saat pribadi mempunyai kecondongan personalitas openness, kecondongan pribadi itu meningkatkan fanatisme pada ke-3 tingkat itu rendah.

Ketidaksamaan gender memberi dampak tertentu untuk fanatisme pada pribadi. Dampak gender pada fanatisme diketemukan bukan hanya pada fanatisme pada selebriti, tapi juga fanatisme pada agama dan olah raga dengan dinamika yang pasti tidak sama.

Beberapa riset yang sudah dilakukan Reeves dkk (dalam Brooks, 2021) memperlihatkan jika lelaki mempunyai score CAS keseluruhannya dan subskala entertainment-social yang semakin tinggi dibanding wanita. Meski begitu, tidak ada keterangan selanjutnya apa ini terjadi pada fans yang lain gender atau mungkin tidak.

Masih terkait dengan gender, Leach (1919) menerangkan jika wanita mempunyai dan lelaki mempunyai segi emosional yang lain. Ketidaksamaan faktor emosional pada wanita bisa memberi dampak semakin kuat untuk spiritualitas sampai fanatisme pribadi yang berkaitan.

Dia menambah jika fanatisme itu menjadi hal yang bagus karena membuat mereka jalankan agama tapi pada satu segi dapat mencelakakan pribadi itu atau komune dan lingkungan mereka. Dan untuk fanatisme pada olahraga penulis belum mendapati riset yang mengulas ketidaksamaan gender pada sikap fanatisme pada olahraga.

Fanatisme dan Neuropsikologi

Pahami fanatisme sebagai hal yang cukup melawan untuk dilaksanakan. Satu diantaranya karena fanatisme sendiri sebagai satu hal atau ide yang sulit dan berlainan di antara satu kerangka dengan kerangka lain, di antara satu pribadi dengan pribadi lainnya. Untuk pahami fanatisme lebih lagi jelas, usaha menyaksikan proses atau dinamikanya secara riel pasti dibutuhkan.

Searah dengan hal itu, Duarte dkk (2017) lakukan sebuah riset pengamatan untuk menyaksikan dinamika fanatisme dari pemikiran neuroimaging. Riset ini memakai kontribusi alat Functional Magnetic Resonance Imagery atau fMRI untuk menganalisa performa otak terkait dengan fanatisme olahraga pada pribadi.

Hasil riset itu memperlihatkan ada kegiatan pada mekanisme limbik khususnya amygdala dan tempat otak yang terkait dengan penghargaan sistem seperti substantia nigra dan ventral tegmental tempat (VTA). Dinamika yang diketemukan cukup serupa dengan proses yang terjadi di proses pengkondisian classic. Di proses ini sama terjadi pengokohan sikap tertentu (pada kerangka ini kesayangan pada barisan olahraga) (Duarte, dkk., 2017).

Begitu sedikit ulasan berkenaan fanatisme beberapa artikel ini. Lewat ulasan ini diharap bisa tingkatkan pengetahuan kita berkenaan fanatisme dan mereka yang alami fanatisme ini.

Fanatisme pada kerangka apa saja tidak seutuhnya betul, ditambah saat fanatisme memunculkan imbas jelek untuk seseorang. Sikap fanatisme ini perlu dicurigai tetapi tidak berarti membenci pribadi yang fanatik. Ini karena pribadi yang alami ini korban yang penting untuk direngkuh.

 

kunjungi juga konsultan hipnoterapi